DAMPAK
PEMBELAJARAN JARAK JAUH (PJJ)
PADA
TUMBUH KEMBANG REMAJA
Pendahuluan
Pertanyaan yang paling banyak
dilontarkan masyarakat saat ini adalah “Kapan Pandemi Covid-19 berakhir?”. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam
sebuah pernyataan di televisi, Senin, 26/7/2021 mengatakan bahwa banyak pakar
yang melakukan prediksi kapan pandemi akan berakhir dengan menggunakan berbagai
metode. Namun hingga saat ini, belum ada yang benar. “Saya bilang terus terang
saya enggak tahu kapan pandemi ini berakhir” imbuhnya. Doa dan harapan terbesar
kita semua saat ini tentu adalah berakhirnya pandemi covid-19, dan kita bisa
beraktifitas seperti semula, seperti sebelum adanya pandemi ini. Tapi mungkinkah
itu?. Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menuturkan bahwa mungkin saja Corona tak
akan pernah hilang. Kemungkinannya bersifat 'permanen', dalam arti tidak akan
hilang. Skenarionya itu, bisa menjadi endemik atau seperti flu musiman, tapi masih bisa merenggut
nyawa. Kemungkinan yang disampaikan ketua satgas covid-19 IDI
perlu kita cermati lebih jauh. Walaupun hanya berupa kemungkinan, tapi “Bagaimana
bila corona benar-benar tidak akan pernah hilang?”, apakah artinya kebijakan Pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ) yang menjadi salah satu solusi kementerian pendidikan dalam
mencegah penularan covid-19 pada peserta didik, akan terus diterapkan?.
Dalam kanal youtube
kemendikbud pada jumat 20/11/2020, Mendikbud Nadiem
Makarim mengatakan bahwa dampak negatif terlalu lama PJJ adalah (1) ancaman
putus sekolah, (2) Kendala tumbuh kembang, dan (3) Tekanan psikososial dan
kekerasan dalam rumah tangga. Dijabarkan bahwa kendala tubuh kembang antara
lain adalah ketidakoptimalan pertumbuhan dan risiko “learning loss”. Pernyataan Mendikbud ini dibantah oleh Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji yang mengatakan
bahwa Harvard University punya kajian dari tahun 2009 yang dipublikasikan tahun
2014, menunjukkan kalau sekolah virtual
di sekolah yang tidak ada tatap mukanya sama sekali itu hasil belajarnya bisa
lebih baik daripada sekolah yang tradisional, sekolah yang harus tatap muka
Perbedaan pendapat ini
menarik untuk kita cermati bersama. Terlepas siapa yang benar dan yang salah, Diskusi
dalam bentuk Webinar (gratis) yang dilaksanakan SMK Jajaka Bartim tanggal 14
Agustus 2021 hanya akan mendalami lebih jauh tentang “Dampak Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada Tumbuh
Kembang Remaja”. Mengapa PJJ dikatakan dapat menyebabkan ketidakoptimalan
pertumbuhan dan risiko terjadinya learning
loss?
Pembahasan
Ketidakoptimalan
Pertumbuhan pada Remaja
Remaja
yang sudah pubertas akan memiliki kebutuhan energi dan nutrisi yang lebih besar
dibandingkan masa sebelum pubertas. Remaja dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
perubahan komposisi tubuh, tentu harus diimbangi dengan sistem kerja organ-organ
vital yang optimal seperti sistem sirkulasi yang lancar untuk mendistribusikan
zat-zat makanan, respiratori yang mensuplai O2, sistem perkemihan yang membuang
ampas tubuh, dan sebagainya yang bersinergi dengan sistem musculoskeletal membuat otot, jaringan ikat, saraf, tulang serta
sendi dapat bertumbuh secara optimal. Salah satu factor penting yang menentukan
kinerja yang optimal pada sistem tubuh,
khususnya untuk pertumbuhan remaja adalah nutrisi, aktifitas fisik dan tidur. Kementerian
kesehatan dalam http://www.p2ptm.kemkes.go.id/
menuliskan beberapa manfaat aktifitas fisik pada remaja seperti, berjalan,
lari, bersepeda serta olah raga, antara lain dapat meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan otot, sistem saraf, meningkatkan proses pemadatan tulang,
mengontrol berat badan serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan tubuh.
Bahkan aktifitas fisik dapat meningkatkan pengetahuan, kecerdasan, kreatifitas,
produktifitas dan membantu dalam perkembangan interaksi sosial, percaya diri
dan menjauhkan dari perilaku negatif.
Pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ) merupakan metode belajar dimana
peserta didik dengan pengajar berada di lokasi yang berbeda, sehingga
diperlukan sistem telekomunikasi yang interaktif untuk dapat terhubung satu
dengan lainnya untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Praktiknya PJJ pada peserta
didik, biasanya dilakukan di rumah. Kondisi ini ditambah dengan Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk mencegah penularan covid-19.
Melihat kegiatan belajar mengajar seperti PJJ, dapat dikatakan bahwa peserta
didik yang dalam konteks tulisan ini adalah remaja, mengalami pembatasan
aktifitas fisik. Pada rentang waktu 1-2
minggu atau 1-2 bulan, mungkin tidak terlalu berpengaruh selama remaja tetap
beraktifitas fisik ringan dirumah. Tetapi bila kondisi PJJ ini berkepanjangan
hingga 1-2 tahun atau seperti disampaikan Prof Zubairi Djoerban, yang
mengatakan ada kemungkinan pandemi covid-19 bersifat 'permanen', maka tentu hal
ini menjadi kekhawatiran kita semua terkait pertumbuhan remaja.
Risiko
“Learning Loss”
Beberapa ahli mendefinisikan arti
belajar secara berbeda-beda, tapi semua mengarah pada arti belajar sebagai
tahapan perubahan perilaku individu sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Proses kognitif adalah
proses individu dalam memperoleh pengetahuan tentang apa saja, yang meliputi proses
berfikir, belajar, menangkap, juga mengingat. Menurut Kementerian Pendidikan learning
loss adalah hilangnya kesempatan belajar karena berkurangnya
intensitas interaksi dengan guru saat proses pembelajaran, yang mengakibatkan
penurunan penguasaan kompetensi siswa. Kompetensi sendiri adalah kemampuan
individu pada aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Mengapa interaksi
dengan guru seperti yang terjadi pada proses belajar tatap muka itu penting?
Mengapa PJJ berisiko terhadap pembelajaran jangka panjang, baik pada aspek
kognitif maupun perkembangan karakter?
Dalam periode kehidupan seseorang, ada
tugas-tugas perkembangan yang harus dilaluinya. Seperti seorang bayi dengan
tugas perkembangan seperti belajar mengenal lingkungan, belajar berbicara,
berjalan dan anak-anak yang belajar ketangkasan fisik, bermain, dll. Havighurst
(1961) mengartikan tugas – tugas perkembangan sebagai suatu hal yang muncul
pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang apabila berhasil
dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan pada tugas perkembangan
selanjutnya, tapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu
yang bersangkutan dan kesulitan – kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya.
Anak remaja dengan pertumbuhan fisik
yang normal, tentu sudah masuk pada masa pubertas, dimana seks sekunder sudah
berkembang dan mereka harus belajar menerima kondisi fisiknya, menjaga, dan merawatnya
secara bijaksana. Mereka juga harus belajar menerima peranan sosial jenis
kelamin sebagai pria/wanita. Belajar mencapai kemandirian emosional, belajar
bergaul, dan mengembangkan skala nilai, dll.
Pembelajaran secara tatap muka dimana
ada interaksi peserta didik dengan guru dan banyak teman sebayanya,
memungkinkan anak remaja melalui tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Disekolah
anak remaja tidak hanya belajar menambah ilmu pengetahuannya, tetapi juga
banyak keterampilan dan sikap yang bisa dikembangkan dan dilatih dalam
interaksi tersebut. Mereka bisa mengasah minat dan bakatnya dalam kesenian,
olah raga, menulis cerpen, membaca puisi, berfikir kritis dan bagaimana bergaul
yang sehat. Mereka juga bisa mengembangkan nuraninya serta nilai-nilai positif
dimasyarakat dengan berlatih sabar terhadap temannya, jujur dalam bersikap,
rela berkorban, serta berjuang untuk meraih hasil maksimal. Remaja juga bisa
berlatih kepemimpinan dalam berorganisasi, atau berkompetisi secara sehat. Pembelajaran
nilai-nilai kehidupan baik langsung maupun tidak, yang dilalui remaja dalam interaksinya
dengan guru dan teman-temannya, tentu akan mengasah kompetensi mereka sesuai tugas
perkembangannya. Dari sini diharapkan akan terbentuk karakter yang baik dan kognitif
anak dapat berkembang dengan maksimal sesuai harapan kita semua
Penutup